Sejarah Lambang Dan Ketentuan Lambang
Senin, 10 Maret 2014
0
komentar
Lambang Palang Merah
Sebelum
Lambang Palang Merah diadopsi sebagai Lambang yang netral untuk
memberikan
pertolongan
kepada tentara yang terluka di medan perang, pada waktu itu setiap pelayanan
medis kemiliteran memiliki tanda pengenal sendiri-sendiri dengan warna yang
berbeda-beda. Austria misalnya, menggunakan bendera putih. Perancis menggunakan
bendera merah dan Spanyol menggunakan bendera kuning. Akibatnya, walaupun
tentara tahu apa tanda pengenal dari personel medis mereka, namun biasanya
mereka tidak tahu apa tanda pengenal personel medis lawan mereka. Pelayanan
medis pun tidak dianggap sebagai pihak yang netral. Melainkan dipandang sebagai
bagian dari kesatuan tentara, sehingga tanda pengenal tersebut bukannya member perlindungan
namun juga dianggap sebagai target bagi tentara lawan yang tidak mengetahui apa
artinya.
Lambat
laun muncul pemikiran yang mengarah kepada pentingnya mengadopsi Lambang yang menawarkan
status netral kepada mereka yang membantu korban luka dan menjamin pula perlindungan
mereka yang membantu di medan perang. Kepentingan tersebut menuntut dipilihnya
hanya satu Lambang. Namun yang menjadi masalah kemudian, adalah
memutuskan bentuk Lambang yang akan digunakan oleh personel medis sukarela di
medan perang. Dalam suatu kurun waktu, ikat lengan berwarna putih
dipertimbangkan sebagai salah satu kemungkinan. Namun, warna putih telah
digunakan dalam konflik bersenjata oleh pembawa bendera putih tanda gencatan senjata,
khususnya untuk menyatakan menyerah. Penggunaan warna putih pun dapat
menimbulkan kebingungan sehingga perlu dicari suatu kemungkinan Lambang
lainnya. Delegasi dari Konferensi tahun 1863 akhirnya memilih Lambang Palang
Merah di atas dasar putih, warna kebalikan dari bendera nasional Swiss (palang
putih diatas dasar merah) sebagai bentuk penghormatan terhadap Negara Swiss.
Selain itu, bentuk Palang Merah pun memberikan keuntungan teknis karena dinilai
memiliki desain yang sederhana sehingga mudah dikenali dan mudah dibuat.
Selanjutnya
pada tahun 1863, Konferensi Internasional bertemu di Jenewa dan sepakat
mengadopsi Lambang Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal perhimpunan
bantuan bagi tentara yang terluka yang nantinya menjadi Perhimpunan Nasional
Palang Merah. Pada tahun 1864, Lambang Palang Merah di atas dasar putih secara
resmi diakui sebagai tanda pengenal pelayanan medis angkatan bersenjata.
Lambang Bulan Sabit Merah
Delegasi
dari Konferensi 1863 tidak memiliki sedikitpun niatan untuk menampilkan sebuah symbol
kepentingan tertentu, dengan mengadopsi Palang Merah di atas dasar putih. Namun
pada tahun 1876 saat Balkan dilanda perang, sejumlah pekerja kemanusiaan yang
tertangkap oleh Kerajaan Ottoman saat ini Turki) dibunuh semata-mata karena
mereka memakai ban lengan dengan gambar Palang Merah. Ketika Kerajaan diminta
penjelasan mengenai hal ini, mereka menekankan mengenai kepekaan tentara kerajaan
terhadap Lambang berbentuk palang dan mengajukan agar Perhimpunan Nasional dan
pelayanan medis militer mereka diperbolehkan untuk menggunakan Lambang yang berbeda
yaitu Bulan Sabit Merah. Gagasan ini perlahan-lahan mulai diterima dan
memperoleh semacam pengesahan dalam bentuk “reservasi” dan pada Konferensi
Internasional tahun 1929 secara resmi diadopsi sebagai Lambang yang diakui
dalam Konvensi, bersamaan dengan Lambang Singa dan Matahari Merah di
atas dasar putih yang saat itu dipilih oleh Persia (saat ini Iran). Tahun 1980,
Republik Iran memutuskan untuk tidak lagi menggunakan Lambang tersebut dan
memilih
memakai
Lambang Bulan Sabit Merah. Perkembangan Lambang: Kristal Merah
Pada
Konferensi Internasional yang ke-29 tahun 2006, sebuah keputusan penting lahir,
yaitu
diadopsinya
Lambang Kristal Merah sebagai Lambang keempat dalam Gerakan dan memiliki
status yang sama dengan Lambang lainnya yaitu Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah. Konferensi Internasional yang mengesahkan Lambang Kristal Merah
tersebut, mengadopsi Protocol Tambahan III tentang penambahan Lambang Kristal
Merah untuk Gerakan, yang sudah disahkan sebelumnya pada Konferensi Diplomatik
tahun 2005. Usulan membuat Lambang keempat, yaitu Kristal Merah, diharapkan
dapat menjadi jawaban, ketika Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak bias
digunakan dan 'masuk' ke suatu wilayah konflik. Mau tidak mau, perlu disadari
bahwa masih banyak pihak selain Gerakan yang menganggap bahwa Lambang terkait
dengan simbol kepentingan tertentu.
Penggunaan
Lambang Kristal Merah sendiri pada akhirnya memilliki dua pilihan yaitu: dapat
digunakan
secara penuh oleh suatu Perhimpunan Nasional, dalam arti mengganti Lambang
Palang Merah atau Bulan Sabit Merah yang sudah digunakan sebelumnya, atau
menggunakan Lambang Kristal Merah dalam waktu tertentu saja ketika Lambang
lainnya tidak dapat diterima di suatu daerah. Artinya, baik Perhimpunan
Nasional, ICRC dan Federasi pun dapat menggunakan Lambang Kristal Merah dalam
suatu operasi kemanusiaan tanpa mengganti kebijakan merubah Lambang sepenuhnya.
B. Ketentuan Lambang
Bentuk dan Penggunaan
Ketentuan
mengenai bentuk dan penggunaan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ada dalam:
1.
Konvensi Jenewa I Pasal 38 45
2.
Konvensi Jenewa II Pasal 41 45
3.
Protokol 1 Jenewa tahun 1977
4.
Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX tahun 1965
5.
Hasil Kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional tahun 1991
Pada
penggunaannya, penempatan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak
boleh sampai menyentuh pinggiran dan dasar putihnya. Lambang harus utuh dan
tidak boleh ditambah lukisan, gambar atau tulisan. Pada Lambang Bulan Sabit
Merah, arah menghadapnya (ke kanan atau ke kiri) tidak ditentukan, terserah
kepada Perhimpunan yang menggunakannya.
Selanjutnya,
aturan penggunaan Lambang bagi Perhimpunan Nasional maupun bagi lembaga yang menjalin
kerjasama dengan Perhimpunan Nasional, misalnya untuk penggalangan dana dan
kegiatan sosial lainnya tercantum dalam “Regulations on the Use of the
Emblem of the Red Cross and of the Red Crescent by National Societies”.
Peraturan ini, yang diadopsi di Budapest bulan November 1991, mulai berlaku
sejak 1992.
Fungsi Lambang
Telah
ditentukan bahwa Lambang memiliki fungsi untuk :
- · Tanda Pengenal yang berlaku di waktu damai
- · Tanda Perlindungan yang berlaku diwaktu damai dan perang/konflik.
Apabila
digunakan sebagai Tanda Pengenal, Lambang tersebut harus dalam ukuran
kecil, berfungsi pula untuk mengingatkan bahwa institusi di atas bekerja sesuai
dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan. Pemakaian Lambang sebagai Tanda Pengenal
juga menunjukan bahwa seseorang, sebuah kendaraan atau bangunan berkaitan
dengan Gerakan. Untuk itu, Gerakan secara organisasi dapat mengatur secara
teknis penggunaan Tanda Pengenal misalnya dalam seragam, bangunan, kendaraan dan
sebagainya. Penggunaan Lambang sebagai Tanda Pengenal pun harus didasarkan pada
undangundang nasional mengenai Lambang untuk Perhimpunan Nasionalnya. Apabila
Lambang digunakan sebagai tanda pelindung, Lambang tersebut harus menimbulkan
sebuah reaksi otomatis untuk menahan diri dan menghormati di antara kombatan.
Lambang harus selalu ditampakkan dalam bentuknya yang asli. Dengan kata
lain, tidak boleh ada sesuatupun yang ditambahkan padanya baik terhadap Palang
Merah, Bulan Sabit Merah ataupun pada dasarnya yang putih. Karena Lambang
tersebut harus dapat dikenali dari jarak sejauh mungkin, ukurannya harus besar,
yaitu sebesar yang diperlukan dalam situasi perang. Lambang menandakan adanya perlindungan
bagi:
- Personel medis dan keagamaan angkatan bersenjata
- Unit dan fasilitas medis angkatan bersenjata
- Unit dan transportasi medis Perhimpunan Nasional apabila digunakan sebagai perbantu terhadap pelayanan medis angkatan bersenjata
- Peralatan medis.
Penyalahgunaan Lambang
Setiap
negara peserta Konvensi Jenewa memiliki kewajiban membuat peraturan atau
undangundang untuk mencegah dan mengurangi penyalahgunaan Lambang. Negara
secara khusus harus mengesahkan suatu peraturan untuk melindungi Lambang
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.
Dengan
demikian, pemakaian Lambang yang tidak diperbolehkan oleh Konvensi Jenewa dan
Protokol Tambahan merupakan pelanggaran hukum. Bentuk-bentuk penyalahgunaan
Lambang yaitu:
1. Peniruan (Imitation):
Penggunaan
tanda-tanda yang dapat disalahmengerti sebagai lambang Palang Merah atau bulan sabit
merah (misalnya warna dan bentuk yang mirip). Biasanya digunakan untuk tujuan
komersial.
2. Penggunaan yang Tidak Tepat (Usurpation):
Penggunaan
lambang Palang Merah atau bulan sabit merah oleh kelompok atau perseorangan (perusahaan
komersial, organisasi non-pemerintah, perseorangan, dokter swasta, apoteker
dsb) atau penggunaan lambang oleh orang yang berhak namun digunakan untuk
tujuan yang tidak sesuai dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan (misalnya
seseorang yang berhak menggunakan lambing namun menggunakannya untuk dapat
melewati batas negara dengan lebih mudah pada saat tidak sedang tugas).
Penggunaan
lambang Palang Merah atau bulan sabit merah dalam masa perang untuk melindungi kombatan
bersenjata atau perlengkapan militer (misalnya ambulans atau helikopter
ditandai dengan lambang untuk mengangkut kombatan yang bersenjata; tempat
penimbunan amunisi dilindungi dengan bendera Palang Merah) dianggap sebagai
kejahatan perang.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Sejarah Lambang Dan Ketentuan Lambang
Ditulis oleh KSR AKPER Jambi YTB
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://ksrakperjambiytb.blogspot.com/2014/03/sejarah-lambang-dan-ketentuan-lambang.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh KSR AKPER Jambi YTB
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar